Sumber : DEPTAN
Bawang merah dikenal sebagai sayuran yang sangat fluktuatif dari segi harga maupun produksi. Hal ini terjadi karena tidak seimbang antara panen pada saat musim dan panen di luar musim.
Masalah utama usahatani bawang merah adalah tingginya resiko kegagalan panen, utamanya bila penanaman dilakukan di luar musim (Baswarsiati et al, 1997). Tingginya resiko kegagalan panen disebabkan karena adanya faktor pembatas dalam budidaya bawang merah yaitu beratnya serangan hama dan penyakit seperti :
hama Spodoptera exigua, penyakit Alternaria, penyakit Fusarium dan Antraknose (Duriat et al, 1994).
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan varietas unggul yang toleran terhadap serangan hama–penyakit sekaligus mampu berproduksi tinggi (Permadi, 1995). Namun permasalahan kesesuaian dan kesukaan konsumen antara satu tempat dengan tempat lain tidak akan sama.
Banyak varietas bawang merah yang dibudidayakan petani di lapangan. Sampai saat ini perbanyakan dari varietas-varietas tersebut dilakukan secara vegetatif dengan umbi. Sementara itu pemerintah melalui Badan Litbang Pertanian telah melepas beberapa varietas unggul seperti : Bima Brebes, Medan, Keling, Maja Cipanas, Super Philip, Bauji, Kramat 1, Kramat 2, Batu Ijo, Tiro, Tuk-tuk dan Katumi.
Konsumen bawang merah pada umumnya lebih menyukai bawang merah dengan ukuran umbi yang tidak terlalu besar (8-10 g/umbi), warna kulit merah mengkilat dan tidak terdapat pangkal tangkai bunga di umbinya.
Demplot uji coba penanaman beberapa varietas bawang merah di Desa Tongging, Kec. Merek Kab. Karo yang dilakukan pada tahun 2010 dengan tujuan mengenalkan beberapa varietas unggul bawang merah guna mengatasi masalah keterbatasan bibit bermutu di tingkat petani yang terjadi selama ini telah berhasil memberikan pilihan bagi petani untuk menentukan varietas yang paling sesuai baik dari segi kesesuaian produksi maupun kesesuaian konsumen.
Sudah sejak lama Desa Tongging dikenal sebagai desa penghasil bawang merah non goreng karena sumberdaya alam yang mendukung seperti air untuk menyiram tersedia sepanjang tahun, dengan sistem irigasi sprinkler tradisonal. Oleh sebab itu sepanjang tahun dapat dijumpai bawang merah di desa ini maupun desa tetangganya seperti Silalahi.
Dalam uji coba ditanam tiga 3 varietas oleh 18 keluarga kelompok tani yaitu : varietas Bima, varietas Kuning dan varietas Maja. Ketiga varietas tersebut produktivitasnya rata-rata 8 ton/ha lebih tinggi dari produktivitas bawang merah di Sumatra Utara 6,29 t/ha dengan ukuran besar umbi 8 – 10 g/umbi mencapai 90 % dan 10% sisanya berukuran 5-7 g/umbi.
Hasil demplot uji coba ini membuat petani sangat puas, namun dari ketiga varietas tersebut yang paling disukai adalah varietas Maja. Alasan petani menyukai varietas ini disebabkan karena varietas mempunyai keunggulan seperti : tidak berbunga (0%), dua varietas lainnya berbunga 90%, harga jual lebih tinggi 5 -10% atau Rp.500,- sampai Rp. 1.000,- per kilo.
Penyebab rendahnya harga tersebut pada bawang merah yang berbunga, diisebabkan tertinggalnya tangkai bunga yang mengeras di dalam lapisan kulit umbi bawang sehingga mengurangi berat bersih umbi. Sisa tangkai bunga yang masih lengket pada umbi bawang merah merupakan sampah bagi konsumen. Oleh sebab itu konsumen akan memilih bawang merah yang tidak mempunyai tangkai bunga dibanding yang mempunyai tangkai bunga.
Dari sisi keuntungan varietas Maja memberikan keuntungan yang paling tinggi dengan B/C ratio 1,46 sedangkan B/C ratio varietas lokal hanya 0,46. Dengan demikian kegairahan petani untuk terus mengembangkan bawang merah varietas Maja sudah tidak terbendung lagi. (Penulis: Sortha S.; editor : S. Suryani-2011)
No comments:
Post a Comment
Terimakasih, kritik dan saran anda adalah masukan yang sangat berharga bagi kami.